Unordered List

recent/hot-posts

Post Page Advertisement [Top]

Latest News

Hari Sumpah Pemuda, Santri, dan Nilai-Nilai Pancasila

 







Hari Sumpah Pemuda, Santri, dan Nilai-Nilai Pancasila: Meneguhkan Semangat Persatuan dan Kebangsaan

Oleh: Dr. H.C. Adv. H. Thahiruddin, S.E., S.H., M.M., M.H., M.Pd

    Setiap tanggal 28 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda, sebuah tonggak sejarah penting yang menjadi simbol bersatunya para pemuda dari berbagai daerah, suku, bahasa, dan agama. Pada tahun 1928, para pemuda berikrar untuk menjunjung satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa — Indonesia. Ikrar tersebut menjadi dasar kokoh bagi lahirnya semangat nasionalisme yang kemudian mengantarkan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan.

    Namun, semangat Sumpah Pemuda bukan hanya milik pemuda pada masa itu. Kaum santri — yang dikenal sebagai generasi religius, berilmu, dan cinta tanah air — juga memiliki kontribusi besar dalam memperkuat persatuan bangsa serta menanamkan nilai-nilai kebangsaan sesuai dengan Pancasila. Hubungan antara semangat santri dan Sumpah Pemuda sangat erat, sebab keduanya sama-sama berakar pada nilai perjuangan, persaudaraan, dan kecintaan terhadap tanah air.


Santri dan Spirit Sumpah Pemuda

    Kaum santri memiliki peran historis dalam perjalanan bangsa. Sejak masa penjajahan, pesantren menjadi pusat pergerakan dan pendidikan karakter bangsa. Melalui pesantren, santri tidak hanya dididik dalam ilmu agama, tetapi juga diajarkan untuk mencintai tanah air dan berjuang demi kemerdekaan. Tokoh-tokoh seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Wahid Hasyim, hingga KH. Zainul Arifin adalah contoh nyata santri yang berperan besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

    Semangat Sumpah Pemuda yang menyerukan persatuan sejalan dengan prinsip hidup santri: ukhuwah islamiyah (persaudaraan sesama umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sebangsa dan setanah air), serta ukhuwah basyariyah (persaudaraan sesama manusia). Santri meyakini bahwa menjaga persatuan dan perdamaian adalah bagian dari ibadah dan wujud cinta tanah air. Pepatah pesantren yang terkenal, “Hubbul wathan minal iman” (cinta tanah air sebagian dari iman), menjadi dasar moral yang menuntun santri untuk terus berkontribusi bagi bangsa.


Nilai-Nilai Pancasila dalam Jiwa Santri dan Pemuda

    Nilai-nilai Pancasila sejatinya telah hidup dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan pesantren. Setiap sila Pancasila tercermin dalam ajaran dan sikap santri:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
    Santri diajarkan untuk beriman, bertakwa, dan menghormati perbedaan keyakinan. Prinsip toleransi dan saling menghargai menjadi cerminan nyata sila pertama.

  2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
    Di pesantren, santri dilatih untuk berakhlak mulia, menghormati orang lain, dan menolong sesama tanpa membeda-bedakan. Inilah wujud nyata kemanusiaan yang beradab.

  3. Persatuan Indonesia
    Semangat nasionalisme dan cinta tanah air tumbuh kuat dalam jiwa santri. Mereka memandang menjaga persatuan bangsa sebagai bagian dari keimanan dan tanggung jawab moral.

  4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
    Tradisi musyawarah sudah menjadi bagian dari kehidupan pesantren. Santri dibiasakan berdiskusi dan mengambil keputusan bersama secara adil dan bijak.

  5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
    Santri hidup sederhana dan terbiasa dengan sikap gotong royong. Mereka meneladani keadilan sosial melalui kepedulian terhadap sesama, terutama kaum lemah dan dhuafa.

Meneguhkan Semangat Kebangsaan di Era Modern

    Di tengah derasnya arus globalisasi, kemajuan teknologi, dan tantangan zaman, semangat Sumpah Pemuda harus terus dihidupkan. Pemuda dan santri masa kini menghadapi tantangan baru berupa krisis moral, disinformasi, dan melemahnya rasa nasionalisme. Oleh karena itu, penting bagi generasi muda untuk kembali meneguhkan nilai-nilai Pancasila dan semangat Sumpah Pemuda melalui tindakan nyata:

  • Menjadi agen perdamaian dengan menebarkan nilai toleransi dan menghormati perbedaan.

  • Mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, baik di dunia nyata maupun digital.

  • Berinovasi dan berkontribusi dalam bidang pendidikan, sosial, dan teknologi tanpa meninggalkan jati diri kebangsaan.

  • Menolak segala bentuk radikalisme, perpecahan, dan hoaks yang merusak persatuan bangsa.


Penutup

    Peringatan Hari Sumpah Pemuda bukan hanya momentum untuk mengenang sejarah, tetapi juga kesempatan untuk memperbarui komitmen terhadap persatuan dan keutuhan bangsa. Santri dan pemuda Indonesia memiliki tanggung jawab moral dan historis untuk menjaga api perjuangan para pendahulu agar tidak padam.

    Dengan berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila, semangat Sumpah Pemuda, dan prinsip keislaman yang rahmatan lil ‘alamin,** santri diharapkan mampu menjadi pelopor kebersamaan, penjaga moral bangsa, serta penggerak kemajuan yang berlandaskan iman dan ilmu.

Mari kita jadikan semangat Sumpah Pemuda sebagai sumber inspirasi untuk terus berkarya, menjaga persatuan, dan meneguhkan cinta kepada Indonesia.

Santri Hebat, Pemuda Bersatu, Indonesia Maju!

Read more ...

Landasan Pendidikan Spiritual–Integratif: Menumbuhkan Generasi Beriman, Berilmu, dan Beradab

 

Landasan Pendidikan Spiritual–Integratif: Menumbuhkan Generasi Beriman, Berilmu, dan Beradab

Oleh: Laili Frikhatur Rohma, S.Kep., Ns.,M.M., M.Pd.

 

Pendahuluan

Di tengah derasnya arus modernisasi, globalisasi, dan revolusi digital, dunia saat ini menghadapi tantangan moral yang semakin kompleks.

Kemajuan teknologi memang membawa kemudahan luar biasa, nformasi tersedia di ujung jari, jarak seakan tak lagi membatasi, dan gaya hidup global menjelma dalam keseharian anak muda.

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan modernisasi, tersimpan tantangan yang sangat besar unutk para generasi masa kini,  krisis sunyi yang menggerogoti nilai-nilai kemanusiaan dan spiritualitas.

Fenomena dekadensi moral kian nyata:

a.      Banyak generasi muda kehilangan arah hidup karena candu media sosial dan konten instan.

b.     Budaya hedonisme dan individualisme membuat manusia lebih mengejar pengakuan daripada kejujuran.

c.      Nilai-nilai adab, sopan santun, dan empati perlahan tergeser oleh budaya cepat, ringkas, dan serba digital.

d.     Bahkan, pendidikan pun sering terjebak dalam kompetisi angka, ranking, dan sertifikat, meninggalkan ruh pembentukan karakter dan kesadaran spiritual.

Akibatnya, kita melahirkan generasi yang cerdas secara intelektual, namun kering secara ruhani; pintar secara teknologi, namun miskin empati; dan maju dalam prestasi, tetapi mundur dalam akhlak.

Di sinilah PP. Tahfizhul Qur’an Al Mubarok Al Lail  Foundation hadir , bukan sekadar tempat belajar, tapi ruang pembentukan manusia seutuhnya, manusia yang berpikir dengan akalnya, merasa dengan hatinya, dan hidup dengan nuraninya.

Kami percaya, pendidikan sejati bukan hanya mencetak manusia yang tahu apa dan bagaimana, tetapi juga mengapa , mengapa hidup, belajar, dan berbuat harus berpijak pada nilai-nilai Ilahi.

Karena itu, kami meneguhkan langkah pendidikan dengan landasan Spiritual–Integratif, yakni pendidikan yang menyatukan kekuatan iman, kecerdasan intelektual, dan kematangan moral dalam satu kesatuan yang utuh.

Melalui landasan ini, PP. Tahfizhul Qur’an Al Mubarok Al Lail  Foundation berkomitmen melahirkan generasi yang berilmu dan beradab, melek teknologi namun berjiwa Qur’ani, modern dalam cara berpikir namun kokoh dalam nilai spiritual.

 1. Apa Itu Pendidikan Spiritual–Integratif?

Pendidikan Spiritual–Integratif adalah sistem pendidikan yang tidak memisahkan antara ilmu dunia dan nilai akhirat, antara berpikir dan berdzikir, antara pengetahuan dan kesadaran batin.

Landasan ini berpijak pada keyakinan bahwa:

“Ilmu tanpa iman adalah buta, dan iman tanpa ilmu adalah lumpuh.”

Pendidikan model ini tidak hanya mencetak manusia pandai, tapi membentuk insan yang sadar akan tujuan hidupnya: beribadah dan memberi manfaat bagi sesama.

2. Landasan Naqli: Arah Pendidikan dari Wahyu

Konsep spiritual–integratif sejatinya berakar kuat dari Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah ﷺ.

 a. Integrasi Ilmu dan Iman

يرفع الله الذىن أمنوا منكم والذين اوتوا العلم درجات

.     
“Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”
(QS. Al-Mujadalah [58]: 11)

Islam memandang iman dan ilmu sebagai dua sayap kemuliaan. Pendidikan spiritual–integratif menjadikan keduanya seimbang — bukan hanya cerdas berpikir, tapi juga lembut hatinya.

b. Keseimbangan Dunia dan Akhirat

ربنا ااتنا في الدنيا حسنة وفي الأخرة وقنا عذاب النار
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 201)

Pendidikan bukan hanya mengejar kesuksesan dunia, tapi juga membentuk manusia yang selamat dan bahagia di akhirat.

c. Pembinaan Jiwa dan Akhlak

قدافلح من زكاها وقد خاب من دساها
“Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwanya, dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.”
(QS. Asy-Syams [91]: 9–10)

Pendidikan sejati adalah proses tazkiyatun nafs (penyucian jiwa). Maka, setiap pelajaran dan kegiatan di Al Lail diarahkan untuk membangun hati yang bersih.

3. Filosofi Pendidikan Spiritual–Integratif

Landasan ini menegaskan bahwa manusia bukan sekadar makhluk berpikir, tetapi juga makhluk spiritual dan sosial.

Di PP. Tahfizhul Qur’an Al Mubarok Al Lail  Foundation, proses pendidikan diarahkan untuk:

1.     melalui peningkatan intensitas interaksi dengan Al-Qur’an, seperti menghafal dan mentadabburinya, memperdalam pemahaman terhadap Al-Hadits, serta membiasakan diri dalam ibadah, dzikir, dan berbagai aktivitas spiritual yang menumbuhkan kedekatan dengan Allah SWT

2.     melalui pembelajaran umum yang berimbang, pembekalan life skill yang aplikatif, serta pengalaman sosial yang menumbuhkan empati, tanggung jawab, dan kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat.

3.     Melalui penyatuan keduanya (integrasi nilai) agar santri tidak hanya memahami dan mengetahui nilai-nilai kebaikan secara intelektual, tetapi juga menumbuhkan kecintaan untuk menghayatinya serta membiasakan diri mengamalkannya dalam perilaku, sikap, dan kehidupan sehari-hari.

Pendidikan semacam ini melahirkan santri yang berjiwa tenang, berpikir tajam, dan berakhlak lembut.

 4. Mengapa Spiritual–Integratif Penting di Era Modern?

Era modern menuntut manusia cepat berpikir, tapi sering lupa berhenti sejenak untuk merenung.

Banyak yang cerdas secara teknologi, namun kering secara hati.

Di sinilah pendidikan spiritual–integratif menjadi jawaban.

Karena:

  • Spiritualitas menjaga arah hidup agar tidak kehilangan makna.
  • Integrasi ilmu memastikan santri siap menghadapi zaman tanpa kehilangan nilai-nilai Islam.
  • Paduan keduanya menumbuhkan karakter yang tangguh, cerdas, dan berjiwa ihsan.

Santri bukan hanya ahli tahfizh dan akademik, tapi juga calon para pemimpin yang berjiwa lembut, penyayang, mempunyai kepedulian sosial dan berjiwa dakwah.

5. Model Implementasi di PP. Tahfizhul Qur’an Al Mubarok Al Lail  Foundation

Bidang

Penerapan Nilai Spiritual

Integrasi Ilmu dan Amal

Akademik

Pembelajaran diawali dengan niat ibadah dan doa, disertai refleksi makna ayat.

Penggabungan ilmu agama dan umum dalam satu kerangka tauhid.

Tahfizh & Ibadah

Tahfizh bukan sekadar hafalan, tapi pembinaan akhlak Qur’ani.

Santri diajak memahami dan menerapkan nilai ayat dalam kehidupan nyata.

Kegiatan Sosial

Santri dilatih berempati, melayani masyarakat, dan menjaga lingkungan.

Mengintegrasikan nilai dakwah, kepedulian sosial, dan tanggung jawab sosial.

Kedisiplinan & Adab

Adab lebih diutamakan daripada ilmu, sebagaimana ajaran para ulama.

Pembiasaan sikap hormat, sabar, dan tanggung jawab sebagai karakter dasar.

 

6. Tujuan Akhir Pendidikan Spiritual–Integratif

Pendidikan ini tidak berhenti pada capaian akademik, tetapi berorientasi pada pembentukan insan kamil, yaitu:

1.     Beriman dan bertakwa kepada Allah.

2.     Berilmu luas dan berpikir kritis.

3.     Berakhlak mulia dan berjiwa sosial tinggi.

4.     Mandiri dan produktif.

5.     Menjadi rahmat bagi sesama (kaftan linnass wa rahmatan lil a’lamiin)

Sebagaimana firman Allah:

وما ارسلناك الا رحمة للعالمي 
“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.”
(QS. Al-Anbiya [21]: 107)

Inilah cita-cita besar Al Lail: melahirkan generasi Qur’ani yang berilmu, berakhlak, dan membawa rahmat.

7. Penutup

Pendidikan Spiritual–Integratif bukan sekadar konsep, tapi jalan hidup pendidikan Islam yang utuh.

Ia menyentuh akal, menghidupkan hati, dan membentuk amal nyata.

“Dari hati yang bersih lahir ilmu yang bermanfaat;
dari ilmu yang benar tumbuh amal yang berkah;
dan dari amal yang ikhlas lahir generasi rabbani yang menebar cahaya.”

Melalui landasan ini, PP. Tahfizhul Qur’an Al Mubarok Al Lail  Foundation bertekad membimbing santri menjadi manusia yang berjiwa Qur’ani dan berdaya saing global, mencintai ilmu, menghidupkan iman, dan menebar kemaslahatan.

 

Read more ...

Iman Kuat, Generasi Hebat: Bentengi Diri dari Bahaya Narkoba

 

Iman Kuat, Generasi Hebat: Bentengi Diri dari Bahaya Narkoba

Laili Farikhaturrohma, S.Kep., Ns., MM., M.Pd

Duta Anti Narkoba dan Edukator Sosial

Abstrak

Penyalahgunaan narkoba merupakan ancaman serius bagi generasi muda Indonesia, baik dari sisi kesehatan fisik, psikis, sosial, maupun moral. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran iman dan spiritualitas dalam membentengi generasi muda dari bahaya narkoba. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif berbasis kajian literatur keagamaan, hasil pembahasan menunjukkan bahwa iman berperan sebagai benteng moral dan pengendali diri yang efektif dalam mencegah perilaku destruktif. Penguatan spiritualitas sejak dini melalui pendidikan agama, keteladanan keluarga, dan lingkungan sosial yang sehat terbukti menjadi strategi preventif terhadap penyalahgunaan narkoba.

 

Kata Kunci: iman, narkoba, generasi muda, spiritualitas, pendidikan karakter

 

Pendahuluan

 

Generasi muda merupakan aset strategis bangsa dan penentu masa depan negara. Namun, derasnya arus globalisasi, perubahan nilai sosial, dan kemajuan teknologi telah menghadirkan tantangan besar berupa penyalahgunaan narkoba. Data Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan bahwa jutaan pengguna narkoba di Indonesia berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa—usia produktif yang seharusnya menjadi motor penggerak pembangunan nasional.

 

Penyalahgunaan narkoba tidak hanya menimbulkan dampak fisik dan psikis, tetapi juga mengancam tatanan moral, sosial, dan spiritual masyarakat. Oleh sebab itu, upaya pencegahan tidak cukup hanya melalui pendekatan hukum dan medis, melainkan juga perlu diperkuat dengan pendekatan keimanan dan spiritualitas.

           

Kajian Teoretis

1. Konsep Iman dalam Perspektif Islam

Iman dalam Islam bukan sekadar keyakinan, melainkan kekuatan spiritual yang menggerakkan perilaku. Allah Swt. berfirman:

 

 “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.”

(QS. Al-Baqarah [2]: 195)

 

Ayat ini menegaskan bahwa menjaga diri dari hal-hal yang merusak, termasuk narkoba, merupakan kewajiban iman. Seseorang yang beriman akan memiliki kesadaran diri, pengendalian emosi, dan kemampuan menolak perilaku destruktif.

 

Rasulullah juga menegaskan dalam hadisnya:

 

 “Setiap yang memabukkan adalah haram.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

 

Hadis tersebut menjadi dasar bahwa narkoba termasuk dalam kategori khamr modern yang diharamkan karena merusak akal dan moral manusia. Dalam konteks maqāṣid al-syarī‘ah, narkoba bertentangan dengan prinsip menjaga akal (ḥifẓ al-‘aql), menjaga jiwa (ḥifẓ al-nafs), dan menjaga keturunan (ḥifẓ al-nasl).

 

2. Narkoba sebagai Ancaman Spiritual dan Sosial

 

Narkoba mengikis fungsi akal dan nurani, dua aspek yang menjadi penopang utama keimanan manusia. Penyalahgunaan narkoba tidak hanya menjerumuskan individu pada kehancuran pribadi, tetapi juga memicu keretakan sosial dan meningkatnya tindak kriminal. Oleh karena itu, pencegahan narkoba harus dilakukan melalui pendekatan multidimensional, dengan iman sebagai basis moral utama.

 

3. Penguatan Spiritualitas Sejak Dini

 

Iman yang kokoh harus dipupuk melalui pendidikan sejak usia dini. Keluarga, sekolah, dan masyarakat berperan penting dalam membangun ketahanan moral anak. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:

1. Menanamkan nilai-nilai keagamaan melalui pembiasaan ibadah dan keteladanan.

2. Mengembangkan pendidikan agama yang kontekstual dan menyentuh aspek afektif.

3. Meningkatkan kegiatan positif di lingkungan sosial, seperti organisasi remaja masjid atau kegiatan sosial-keagamaan.

 

Remaja yang memiliki hubungan spiritual yang kuat dengan Allah akan lebih mampu menolak ajakan negatif. Mereka memahami bahwa tubuh dan akal merupakan amanah yang harus dijaga, bukan alat pemuas hawa nafsu.

4. Peran Keluarga dan Rehabilitasi Spiritual

Keluarga merupakan benteng pertama dalam mencegah penyalahgunaan narkoba. Kasih sayang, komunikasi yang terbuka, dan keteladanan orang tua menjadi faktor kunci dalam membentuk kepribadian anak. Anak yang merasakan kasih sayang di rumah tidak akan mencari pelarian di luar.

Bagi mereka yang sudah terjerumus, Islam tetap membuka pintu ampunan. Allah Swt. berfirman:

 “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah.”

(QS. Az-Zumar [39]: 53

Rehabilitasi yang efektif tidak hanya bersifat medis, tetapi juga spiritual. Pendekatan dzikir, shalat, dan bimbingan rohani dapat membantu penyembuhan batin dan pemulihan jati diri.

 

Pembahasan

 

Iman terbukti menjadi faktor protektif terhadap penyalahgunaan narkoba. Keimanan menumbuhkan kesadaran moral dan kontrol diri, yang berfungsi sebagai sistem pertahanan spiritual. Pendidikan agama dan bimbingan rohani memiliki kontribusi signifikan dalam membangun resiliensi remaja terhadap tekanan sosial dan godaan lingkungan.

 

Dalam konteks sosial, pendekatan berbasis keimanan dapat memperkuat strategi pencegahan nasional terhadap narkoba. Sinergi antara keluarga, lembaga pendidikan, tokoh agama, dan pemerintah menjadi kunci keberhasilan menciptakan generasi muda yang sehat, beriman, dan produktif.

 

Penutup

 

Penyalahgunaan narkoba tidak hanya merusak tubuh dan akal, tetapi juga menghancurkan moral dan iman generasi muda. Oleh karena itu, penguatan iman dan spiritualitas harus menjadi fondasi utama dalam strategi pencegahan. Penanaman nilai-nilai keagamaan, peran aktif keluarga, dan pembinaan spiritual di masyarakat dapat menjadi solusi jangka panjang dalam membentengi generasi dari bahaya narkoba.

 

Iman yang kuat melahirkan generasi yang hebat, dan generasi yang beriman tidak akan tunduk pada narkoba.

 

Daftar Pustaka

 

Al-Qur’an al-Karim.

Departemen Agama RI. (2019). Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.

Badan Narkotika Nasional (BNN). (2023). Laporan Tahunan Pemberantasan Narkoba Nasional. Jakarta: BNN RI.

Yusuf, M. (2021). Pendidikan Karakter dan Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba pada Remaja. Yogyakarta: Deepublish.

Rahardjo, M. (2020). Dimensi Spiritual dalam Rehabilitasi Penyalahguna Narkoba. Jurnal Psikologi Islam, 8(2), 115–126.

 


Read more ...

Umrah Mandiri Resmi Legal: Babak Baru Regulasi Ibadah di Indonesia

 

Oleh: Dr. (H.C.) Adv. Thahiruddin, S.E., S.H., M.M., M.H., M.Pd.


Pengantar


Disahkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menjadi tonggak penting dalam sejarah kebijakan keagamaan di Indonesia. Salah satu terobosan besar dalam undang-undang ini adalah pengakuan resmi terhadap pelaksanaan Umrah Mandiri — sebuah bentuk perjalanan ibadah yang memberi kesempatan kepada masyarakat untuk menunaikan umrah tanpa melalui biro perjalanan resmi.


Yayasan Allail memandang lahirnya regulasi ini sebagai momentum penting untuk memperkuat literasi hukum dan keagamaan umat. Dengan dasar hukum yang kini jelas, masyarakat diharapkan mampu memahami hak dan tanggung jawabnya dalam melaksanakan ibadah umrah secara mandiri, sekaligus menjaga nilai-nilai syariat dan tertib administrasi negara.




🕋🕋🕋🕋


Setelah melalui pembahasan panjang antara pemerintah dan DPR RI, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah akhirnya disahkan dan diundangkan. Salah satu pasal penting dalam undang-undang ini, yakni Pasal 86 ayat (1) huruf b, menyebutkan bahwa “Perjalanan Ibadah Umrah dilakukan secara perseorangan, melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah, atau secara mandiri.”


Dengan ketentuan tersebut, negara secara resmi melegalkan Umrah Mandiri sebagai pilihan sah bagi warga negara yang ingin menunaikan ibadah tanpa melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Legalitas ini sekaligus membuka ruang bagi masyarakat untuk lebih fleksibel dalam mengatur waktu, biaya, dan teknis perjalanan ibadah sesuai kemampuan masing-masing.


Namun, penting dipahami bahwa legalitas umrah mandiri bukan berarti tanpa pengawasan. Pemerintah tetap memiliki tanggung jawab untuk menjamin aspek keamanan, keselamatan, dan perlindungan jamaah, terutama dalam hal manasik, administrasi keimigrasian, transportasi, serta kerja sama dengan otoritas Kerajaan Arab Saudi.


Melalui undang-undang baru ini, pemerintah akan menyusun peraturan pelaksana yang mengatur secara teknis tata cara pelaksanaan umrah mandiri, termasuk mekanisme pendaftaran, pelaporan, serta pembinaan jamaah. Hal ini bertujuan agar semangat kemandirian umat tetap berjalan beriringan dengan prinsip perlindungan hukum dan pelayanan publik yang profesional.


Bagi masyarakat, disahkannya regulasi ini merupakan kesempatan besar untuk memperkuat kesadaran hukum dan tanggung jawab spiritual. Pelaksanaan umrah mandiri menuntut kedewasaan, kemandirian administrasi, serta kemampuan memahami syarat-syarat perjalanan ibadah lintas negara. Oleh sebab itu, kesiapan mental, pengetahuan fiqih, dan pemahaman administratif menjadi aspek yang tak kalah penting dibanding sekadar kemudahan teknis.


Yayasan Allail melihat hadirnya UU ini sebagai bentuk kemajuan dalam tata kelola ibadah di Indonesia. Ia mencerminkan semangat negara dalam memberikan ruang kemandirian kepada umat, sekaligus tetap menegaskan komitmen terhadap perlindungan jamaah.✍✍





Penutup


Disahkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 membawa semangat baru dalam penyelenggaraan ibadah umrah di Indonesia. Umat kini memiliki alternatif pelaksanaan yang lebih terbuka, namun tetap dalam kerangka hukum dan pengawasan negara.


Yayasan Allail mengajak seluruh masyarakat untuk menyambut kebijakan ini dengan semangat positif, penuh tanggung jawab, dan menjadikannya sebagai sarana memperdalam pemahaman agama serta memperkuat kemandirian umat.


Pelaksanaan umrah mandiri hendaknya tidak sekadar dipandang sebagai kebebasan individu, melainkan juga amanah spiritual yang harus dijalankan dengan niat yang tulus, disiplin, dan sesuai tuntunan syariat Islam.


Semoga langkah baru ini menjadi jalan menuju peningkatan kualitas ibadah umat Islam Indonesia, serta menjadi bukti nyata bahwa regulasi dan syariat dapat berjalan harmonis dalam semangat Islam rahmatan lil ‘alamin.

Read more ...

Prestasi Santri Tahfizhul Qur’an Al Mubarok Yayasan Allail Gresik

 

🌟 Prestasi Santri Tahfizhul Qur’an Al Mubarok Yayasan Allail Gresik


Alhamdulillah, kabar membanggakan datang dari salah satu santri terbaik kami, Rizqi Abdullah Mubarok (Kelas 2), yang berhasil meraih Juara 1 Lomba Tahfidz Qur’an dalam ajang Festival Anak Gemilang “Hari Pendidikan Nasional” Kota Gresik.


Prestasi ini menjadi bukti semangat dan kesungguhan santri dalam menghafal serta mengamalkan Al-Qur’an di bawah bimbingan para asatidz di Tahfizhul Qur’an Yayasan Allail Gresik.


Kami segenap keluarga besar Yayasan Allail Gresik mengucapkan:

بارك الله فيكم (Barakallahu Fiikum) — Semoga Allah senantiasa memberkahi langkah dan ilmu yang telah diraih, serta menjadi inspirasi bagi santri lainnya untuk terus berprestasi dan mencintai Al-Qur’an.


📚 Yayasan Allail Gresik — Mencetak Generasi Qur’ani, Cerdas, dan Berakhlak Mulia.

Read more ...

Terapi Stres dan Pencegahan Hipertensi melalui Sikap Memaafkan

 

Oleh: Dr (H.C.) Adv. H. Thahiruddin, S.E., S.H., M.M., M.Pd., M.H.


Pendahuluan

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang paling umum di dunia modern. Faktor penyebabnya beragam: pola makan tinggi garam, kurang olahraga, kebiasaan merokok, hingga stres emosional yang berkepanjangan.

Namun, di antara berbagai upaya pencegahan, ada satu terapi psikologis dan spiritual yang sering diabaikan, yaitu sikap memaafkan (al-‘afwu). Memaafkan bukan hanya membawa ketenangan jiwa, tetapi juga berdampak positif terhadap kesehatan tubuh — termasuk dalam pencegahan hipertensi.


💗💗


Hubungan Stres dengan Hipertensi


Secara medis, saat seseorang mengalami stres, tubuh melepaskan hormon adrenalin dan kortisol. Kedua hormon ini menyebabkan jantung berdebar lebih cepat dan pembuluh darah menyempit, sehingga tekanan darah meningkat.

Jika stres terjadi terus-menerus tanpa pengelolaan yang baik, tekanan darah tinggi dapat menjadi kronis dan memicu penyakit jantung, stroke, hingga kerusakan organ.


Dalam Islam, stres emosional seperti kemarahan, dendam, dan kebencian juga sangat diperhatikan. Rasulullah ﷺ mengajarkan umatnya untuk menahan amarah dan memaafkan sebagai bentuk ketenangan hati dan kesehatan jiwa.


🥰


Dalil Al-Qur’an tentang Memaafkan


Al-Qur’an menegaskan bahwa sikap memaafkan bukan hanya bentuk kebaikan sosial, tetapi juga jalan menuju ketenangan batin dan kasih sayang Allah.

Allah ﷻ berfirman:


Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.”

(QS. Asy-Syûrâ [42]: 40)


Ayat ini menegaskan bahwa memaafkan memberikan pahala dan ketenangan, yang secara psikologis juga menurunkan ketegangan batin dan stres emosional — faktor penting dalam menjaga tekanan darah tetap stabil.


Allah ﷻ juga berfirman:


 “Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu?”

(QS. An-Nûr [24]: 22)



Ayat ini menanamkan nilai empati dan keikhlasan, yang membuat hati menjadi tenang, jauh dari amarah dan dendam — dua penyebab utama stres dan gangguan tekanan darah.


🥰


Hadis Nabi tentang Menahan Amarah dan Memaafkan


Rasulullah ﷺ bersabda:


Bukanlah orang kuat itu yang menang dalam bergulat, tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan amarahnya ketika marah."

(HR. Bukhari dan Muslim)



Hadis ini menunjukkan bahwa kekuatan sejati terletak pada kemampuan mengendalikan diri secara emosional. Secara medis, pengendalian amarah ini berperan dalam menekan produksi hormon stres dan menjaga kestabilan tekanan darah.


Rasulullah ﷺ juga bersabda:


Barang siapa menahan amarah padahal ia mampu melampiaskannya, maka Allah akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk dan mempersilahkannya memilih bidadari mana yang ia kehendaki.”

(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)



Ini menunjukkan bahwa sikap memaafkan bukan kelemahan, tetapi kemuliaan hati yang mendatangkan ketenangan jiwa dan keberkahan hidup.


🙏


Peran Memaafkan dalam Pencegahan Hipertensi


Dari sudut pandang medis dan psikologis, memaafkan memberi efek nyata terhadap kesehatan tubuh:


1. Mengurangi Stres dan Kemarahan

Dendam dan kebencian memicu pelepasan hormon stres.

Memaafkan membantu menurunkan ketegangan emosional dan menenangkan pikiran, sehingga tekanan darah cenderung stabil.


2. Menstabilkan Tekanan Dara

Riset menunjukkan bahwa orang yang mudah memaafkan memiliki tekanan darah lebih rendah dibandingkan mereka yang sering marah atau menyimpan dendam.


3. Menjaga Kesehatan Jantung

Tekanan darah yang stabil mengurangi risiko penyakit jantung dan stroke.

Memaafkan membantu menjaga irama jantung tetap tenang dan sirkulasi darah lebih lancar.


4. Meningkatkan Kualitas Tidur dan Kesejahteraan Mental

Emosi negatif sering mengganggu tidur dan menimbulkan kecemasan.

Dengan memaafkan, hati menjadi tenang, tidur lebih nyenyak, dan kesehatan mental meningkat.



🙏✍

Memaafkan sebagai Gaya Hidup Sehat


Islam mendorong umatnya untuk hidup dalam keseimbangan antara kesehatan fisik, mental, dan spiritual. Oleh karena itu, sikap memaafkan hendaknya menjadi bagian dari gaya hidup sehat bersama dengan:


Pola makan seimbang dan rendah garam,

Aktivitas fisik teratur,

Menghindari rokok dan alkohol,

Menjaga berat badan ideal, serta

Memperbanyak dzikir dan refleksi diri.


✍✍✍


Kesimpulan


Sikap memaafkan memiliki manfaat luar biasa — bukan hanya untuk kedamaian jiwa, tetapi juga bagi kesehatan fisik, terutama dalam pencegahan hipertensi.

Dengan memaafkan, seseorang menurunkan stres, menstabilkan tekanan darah, dan memperkuat fungsi jantung.

Al-Qur’an dan hadis menegaskan bahwa orang yang mampu memaafkan akan mendapatkan pahala besar, ketenangan hati, dan kesehatan lahir batin.

Oleh karena itu, memaafkan bukan sekadar perbuatan mulia, tetapi juga terapi spiritual dan medis yang efektif dalam menjaga keseimbangan hidup.


Barang siapa yang menempuh jalan menuju ampunan dan ketenangan hati, maka Allah akan lapangkan dadanya dan menurunkan rahmat-Nya.”

(Makna umum dari QS. Al-‘Imrân [3]: 134)




Read more ...

Peran Santri Menuju Masa Depan Indonesia

 


Hari ini, Rabu 22 Oktober 2025 merupakan peringatan Hari Santri Nasional (HSN). Dikutip dari laman Wikipedia, peringatan ini, ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 22 Oktober 2015 di Masjid Istiqlal Jakarta. 

Dalam sejarahnya, penetapan Hari Santri Nasional dimaksudkan untuk meneladankan semangat jihad kepada para santri tentang keindonesiaan yang digelorakan para ulama. 
Sementara tanggal 22 Oktober merujuk pada satu peristiwa bersejarah yakni seruan yang dibacakan oleh Pahlawan Nasional KH Hasjim Asy'ari pada 22 Oktober 1945, dimana seruan itu berisikan perintah kepada umat Islam untuk berperang (jihad) melawan tentara Sekutu yang ingin menjajah kembali wilayah Republik Indonesia pasca proklamasi Kemerdekaan. 
Sekutu yang dimaksud adalah Inggris sebagai pemenang Perang Dunia II untuk mengambil alih tanah jajahan Jepang. Di belakang tentara Inggris, rupanya ada pasukan Belanda yang ikut membonceng.
Aspek lain yang melatarbelakangi penetapan HSN ini adalah pengakuan resmi pemerintah Republik Indonesia atas peran besar umat Islam dalam berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan serta menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dari sejarah filososfis di atas, dapat diambil point penting berupa semangat jihad para ulama dan perannya mempertahankan kemerdekaan serta menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Bagi para santri, saat ini semangat jihad yang bisa dilakukan adalah dengan semangat dalam menuntut ilmu, terlebih ilmu agama sebagai basic konseptual sebagai santri, serta ilmu-ilmu strategi lainnya dalam upaya mempertahankan kemerdekaan serta menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Santri merupakan generasi penerus perjuangan para ulama' dalam segala aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, politik, agama, dan pemerintahan. Maka kiprahnya juga harus melanjutkan perjuangannya dengan mendalami segala bidang ilmu yang selanjutnya diimplementasikan pada kehidupan riil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 
Adian Husaini dalam bukunya "Indonesia Masa Depan, Perspektif Peradaban Islam" mengatakan bahwa, "Masa depan Islam di Indonesia akan sangat bergantung pada kualitas perjuangan umat Islam itu sendiri. Para pejuang Islam dituntut untuk memiliki kemampuan keilmuan yang tinggi dan hati yang ikhlas. Kerja-kerja peradaban mengharuskan umat Islam untuk menekuni berbagai bidang dengan sungguh-sungguh dan sabar agar dapat menjadi teladan bagi masyarakatnya".
Hal ini menjadi penting bagi santri untuk dicermati, sehingga peran dan kiprahnya di tengah-tengah masyarakat bisa mencerminkan identitasnya sebagai santri dan pewaris perjuangan ulama.
Selamat Hari Santri Nasional 2025, semoga dengan diperingatinya HSN 2025 ini dapat melahirkan semangat bagi para santri dalam mendalami ilmu di segala bidang, hingga akhirnya menjadi generasi muslim yang handal dan professional yang siap terjun ke medan juang untuk melanjutkan perjuangan para ulama dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Wallahu a'lam (*)

Read more ...

Bottom Ad [Post Page]